PENGARUH MODEL
PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA
di
KELAS VIII MTsN KOTO NAN TUO
BARULAK
PROPOSAL
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah metodologi penelitian, pendidikan dan
pengajaran matematika
Oleh
Ranti Sinta Tia
NIM
: 2410.028
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SJECH
M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
2013 M/ 1435 H
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan
Alhamdulillah segala puji bagi Allah tuhan seru sekalian alam. Hanya kepada Dia
jualah kita bersyukur atas nikmat, rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat
menyelesaikan proposal
ini dengan baik yang berjudul “pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing terhadap
hasil belajar matematika di kelas VIII MTsN koto nan tuo barulak”
pada mata kuliah MP3M.
Dalam menyusun proposal ini tentu tidak terlepas dari
pengalaman dan pengetahuan orang lain. Karena itu disampaikan rasa terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan proposal ini.
Akhirnya kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan proposal
ini sangat dihargai dan diterima dengan rasa terima kasih untuk kesempurnaan proposal dimasa yang akan
datang dan mudah-mudahan ada manfaatnya.
Bukittinggi, januari 2013
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah.....................................................................
B. Identifikasi
Masalah...........................................................................
C. Pembatasan
Masalah..........................................................................
D. Perumusan
Masalah............................................................................
E. Tujuan
Penelitian................................................................................
F. Defenisi
Operasional..........................................................................
G. Kegunaan
Penelitian................................................................. .........
BAB II LANDASAN
TEORI
A. Belajar
dan Pembelajaran Matematika...............................................
B. Model
Pembelajaran...........................................................................
C. Model
Penemuan Terbimbing............................................................
D. Hasil
Belajar.......................................................................................
E. Kerangka
Konseptual.........................................................................
F. Hipotesis............................................................................................
BAB III METODOLOGI
PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian...................................................................................
B. Rancangan Penelitian.........................................................................
C. Populasi
dan Sampel..........................................................................
D. Variabel
dan Data..............................................................................
E. Prosedur
Penelitian............................................................................
F. Instrumentasi......................................................................................
G. Teknik
Analisis Data..........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Penerapan proses belajar dan mengajar di Indonesia kurang
mendorong pada pencapaian kemajuan berpikir kritis (Sanjaya, 2009: 1). Proses
pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal
informasi. Padahal keterampilan berfikir kritis merupakan salah satu modal
dasar atau modal intelektual yang sangat penting bagi setiap orang dan merupakan
bagian yang fundamental dari kematangan manusia. Oleh karena itu, pengembangan
keterampilan berpikir kritis menjadi sangat penting bagi siswa disetiap jenjang
pendidikan. Dua faktor penyebab tidak berkembangnya kemampuan berfikir kritis
siswa adalah kurikulum yang umumnya dirancang dengan target materi yang luas
sehingga pengajar lebih terfokus pada penyelesaian materi dan kurang pemahaman
pengajar tentang metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir
siswa (Sudaryanto, 2008: 1).
Alasan lain rendahnya kemampuan siswa dalam belajar dalah
kurang tepatnya metode yang digunakan guru dalam mengajar. Pembelajaran dapat
ditingkatkan secara signifikan jika tujuan utama guru adalah mengembangkan
sebuah pemahaman logis secara mendalam dari konsep-konsep dasar di dalam
kurikulum (Crawford, 2001: 18). Salah satu ilmu pengetahuan yang sangat
berperan penting dalam kehidupan dan
memajukan daya fikir manusia yaitu
matematika. Sebagaimana tercantum dalam firman ALLAH SWT dalam surat Al-Jin ayat 28 yang artinya: Supaya Dia
mengetahui, bahwa Sesungguhnya Rasul-rasul itu telah menyampaikan
risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada
pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu[1].
Matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting diberikan pada siswa
disetiap jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai
Pendidikan Tinggi. Mengingat
pentingnya peranan matematika tersebut,
berbagai upaya telah dilakukan pemerintah diantaranya perbaikan kurikulum dan
melengkapi sarana dan prasarana sekolah. Selain
itu, pemerintah sering melakukan berbagai upaya peningkatan kualitas guru
antara lain melalui pelatihan seminar dan lokakarya bahkan melalui pendidikan formal dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih
tinggi[2].
Hal tersebut dilakukan pemerintah dalam rangka perbaikan mutu pendidikan.
Dalam KTSP tanggung jawab tetap pada diri siswa, dan
guru hanya bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa,
motivasi dan tanggung jawab siswa untuk belajar secara berkelanjutan dan
menyeluruh.[3] Kurikulum memberikan tuntutan pelajaran yang
berorientasi kepada proses bukan terhadap hasil saja. Berarti siswa dituntut
untuk aktif mengembangkan kemampuan yang dimilikinya seperti mengamati,
menginterprestasikan, mengaplikasikan konsep agar perubahan yang terjadi secara
disengaja. Untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya, kedudukan
guru dianggap sebagai manager of learning
( pengelola kelas ) yang perlu senantiasa siap membimbing dan membantu para
siswa dalam proses pembelajaran.
Meskipun telah dilakukan berbagai upaya peningkatan mutu
pendidikan, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa matematika masih
merupakan pelajaran yang tidak disukai oleh sebagian siswa. Dalam
pembelajaran matematika, siswa harus diberi kesempatan untuk ikut terlibat
dalam pemecahan masalah agar pembelajaran itu lebih bermakna bagi siswa.
Jerome
Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan berhasil jika
proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur terbuat
dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait
konsep-konsep dan struktur-struktur.[4]
Dalam pembelajaran matematika dituntut keaktifan siswa agar proses belajar
mengajar yang diharapkan terwujud. Salah satu tujuan pembelajaran matematika
adalah terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa yang dapat terlihat dari
kemampuan berpikir kritis, logis, dan inovatif secara mandiri.[5] Agar
siswa dapat menggali potensinya dengan baik, tentu pemahaman konsep terhadap
materi yang akan diajarkan harus dikuasai oleh siswa tersebut dengan baik pula.
Menurut
Brunner tingkat pemahaman siswa lebih dipengaruhi oleh siswa itu sendiri
sedangkan pembelajaran matematika merupakan usaha membantu mengkonstruksi
pengetahuan melalui proses, sebab mengetahui adalah suatu proses, bukan suatu
produk.[6]
Proses tersebut dimulai dari pengalaman, sehingga siswa harus diberi kesempatan
sebesar-besarnya untuk mengembangkan pengetahuan yang mereka miliki.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan,
diperoleh masih banyak siswa yang memperoleh nilai di bawah Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM). Hal ini dapat terlihat dari rata-rata hasil belajar pada ujian
semester I matematika kelas VIII yang
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1: Presentase Ketuntasan Nilai
Matematika Semester I Kelas VIII MTsN Koto Nan Tuo Barulak
Kelas
|
Jumlah Siswa
|
Nilai rata-rata
|
Persentase Tuntas
≥ 65
|
Persentase Tidak
Tuntas
< 65
|
VIII.1
|
18
|
35,4
|
0%
|
100%
|
VIII.2
|
20
|
49,1
|
15%
|
85%
|
Sumber:
Guru Mata Pelajaran Matematika
Dari
tabel di atas, terlihat bahwa nilai matematika siswa semester I kelas VIII MTsN Koto Nan Tuo Barulak masih
berada di bawah KKM. Menurut kriteria
ketuntasan di kelas VIII MTsN Koto Nan
Tuo Barulak tersebut adalah 65 untuk mata pelajaran
matematika.
Rendahnya hasil belajar siswa dapat disebabkan oleh
rendahnya kompetensi guru terhadap materi yang diajarkan, kurang tepatnya
metode pembelajaran, pembelajaran berpusat pada guru, siswa kurang berperan
aktif dalam proses pembelajaran untuk membangun dan menemukan sendiri
pengetahuannya, sehingga siswa hanya menghafal fakta-fakta dari buku. Dalam
belajar siswa dan guru kurang memanfaatkan media pembelajaran untuk membimbing
siswa.
Permasalahan lainnya yang ditemukan adalah rendahnya
kemampuan berfikir kritis siswa yang terlihat dari kualitas pertanyaan dan
jawaban dari siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Siswa kurang
mampu menggunakan daya nalar dalam menanggapi informasi yang diterimanya.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan guru mata pelajaran diperoleh informasi bahwa dalam
proses pembelajaran siswa tidak aktif, hal ini disebabkan karena kurangnya rasa
ingin tahu siswa terhadap materi pelajaran, hanya sebahagian dari mereka yang
mengajukan pertanyaan pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Dalam
proses pembelajaran yang terjadi tidak terlihat adanya interaksi antara siswa
dengan guru. Pemberian bimbingan dilakukan oleh guru kepada siswa agar proses
belajar mengajar berjalan dengan baik. Dalam memberikan bimbingan, guru
hendaknya memberikan pengarahan kepada siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan
membimbing siswa secara langsung sehingga kita dapat melihat kemampuan mereka
menguasai materi pelajaran yang diberikan. Memberikan bimbingan pada siswa
bertujuan agar siswa mampu bekerja sesuai prosedur dan dapat mencapai
kemandirian.[7]
Ilmu yang dapat tahan lama akan diperoleh jika siswa tersebut mampu menemukan
suatu konsep dari permasalahan matematika.
Dari
permasalahan di atas, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat
memperbaiki pembelajaran matematika yang awalnya pembelajaran tersebut
berpusat pada guru diubah menjadi
berpusat pada siswa dan dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Salah satunya yaitu Model
Pembelajaran Penemuan Terbimbing, karena model ini selain dapat mengembangkan
kemampuan kognitif siswa, juga meningkatkan pemahaman siswa terhadap
matematika. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin melaksanakan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Penemuan Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Matematika di Kelas
VIII
MTsN
Koto Nan Tuo Barulak”.
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai
berikut:
1. Hasil
belajar matematika siswa tergolong rendah.
2. Rasa ingin tahu siswa masih rendah.
3. Siswa kurang mampu menggunakan daya nalar.
4. Kurangnya
perhatian dan minat siswa terhadap pelajaran matematika.
5. Pembelajaran
yang berpusat pada guru.
6. Siswa
yang tidak aktif dalam pemecahan masalah matematika.
C.
Pembatasan
Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah maka yang menjadi
batasan masalah
dalam penelitian ini difokuskan pada hasil belajar matematika siswa di kelas
VIII MTsN Koto Nan Tuo Barulak.
D.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pembatasan masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut: “Apakah ada pengaruh positif Model Pembelajaran Penemuan
Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Matematika di Kelas VIII MTsN Koto
Nan Tuo Barulak ”.
E.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
permasalahan penelitian yang akan diteliti, maka penelitian ini bertujuan
untuk: Mengetahui adakah pengaruh positif model pembelajaran penemuan
terbimbing terhadap hasil belajar matematika di kelas VIII MTsN Koto Nan
Tuo Barulak.
F.
Definisi
Operasional
Beberapa
penjelasan mengenai istilah adalah sebagai berikut :
1.
Model pembelajaran
Penemuan Terbimbing adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa
dimana siswa mencari kesimpulan dari urutan pertanyaan yang diatur oleh guru
sehingga siswa dapat menemukan konsep dan prinsip matematika.
2.
Hasil belajar adalah
tolak ukur menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam memahami dan menguasai
materi pelajaran. Hasil belajar diperoleh setelah melakukan kegiatan pembelajaran
dan menjadi indicator keberhasilan seorang siswa dalam mengikuti pembelajaran.
G.
Kegunaan
Penelitian
Penelitian
ini diharapkan berguna untuk:
a. Pengalaman,
bekal, pengetahuan, dan bahan masukan bagi penulis dalam usaha pengembangan
diri sebagai calon guru matematika.
b. Masukan
bagi guru bidang studi matematika dalam upaya meningkatkan hasil belajar
matematika siswa dan kualitas belajar siswa.
c. Informasi
bagi guru dan mahasiswa untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Belajar
dan Pembelajaran Matematika
Belajar
adalah usaha sadar yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.[8]
Menurut Fontana belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif
tetap sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan pembelajaran merupakan upaya
penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan
berkembang optimal.[9]
Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu
siswa sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja
direncanakan dan bersifat rekayasa prilaku.
Peristiwa
belajar yang disertai dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dan
sistematik dari pada belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam
kehidupan sosial masyarakat. Belajar dengan proses pembelajaran ada peran guru,
bahan belajar dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan.
Beberapa
ciri atau prinsip dalam belajar menurut Paul Suparno yaitu:
1.
Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan
oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami.
2.
Konstruksi makna adalah proses yang
terus menerus.
3.
Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan
fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang
baru.
4.
Hasil belajar dipengaruhi oleh
pengalaman subyek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.
5.
Hasil belajar tergantung pada apa yang
telah diketahui si subyek belajar, tujuan, motivasi mempengaruhi proses
interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.[10]
Setiap
individu, bila melaksanakan kegiatan belajar akan mengalami perubahan tingkah
laku yang positif. Peristiwa belajar yang disertai proses pembelajaran akan
lebih terarah dan sistematik daripada belajar yang hanya semata-mata dari
pengalaman kehidupan sosial di masyarakat.
Dalam
pembelajaran siswa dipandang sebagai pusat pembelajaran. Guru harus dapat
mengusahakan sistem pembelajaran sehingga dalam pembelajaran siswa dapat
menguasai pembelajaran secara optimal dan mencapai hasil yang optimal pula.
Belajar dan pembelajaran diperlukan adanya bimbingan, karena belajar mengajar
dikatakan berhasil apabila anak-anak belajar sebagai akibat usaha membimbing
aktivitas anak.
Matematika
berasal dari bahasa latin “manhenern” atau “mathema” yang berarti belajar atau
hal yang harus dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut “wiskunde”
atau ilmu pasti yang berkaitan dengan penalaran. Menurut Hudoyo bahwa
matematika itu berkenaan dengan ide-ide (gagasan-gagasan), struktur-struktur
dan hubungan-hubungan yang diatur secara logik sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.[11]
Karena matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol
itu tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif, maka konsep-konsep
matematika harus dipahami lebih dulu sebelum manipulasi simbol-simbol itu.
Selanjutnya
Sujono mengemukakan definisi matematika sebagai berikut:
a.
Matematika adalah ilmu yang eksak dan
terorganisir secara sistematis.
b.
Matematika adalah cabang pengetahuan
manusia tentang bilangan kalkulasi.
c.
Matematika membantu orang dalam
menginterpretasikan secara tepat berbagai ide dan kesimpulan.
d.
Matematika adalah ilmu yang berhubungan
dengan simbol-simbol dan bilangan.[12]
Pembelajaran
matematika merupakan kegiatan yang menggunakan matematika sebagai kendaraan
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Matematika dapat mencerdaskan siswa dan
membentuk kepribadian serta mengembangkan keterampilan siswa. Jadi, pada
hakekatnya pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan
tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seseorang
(sipelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut
berpusat pada guru mengajar matematika.
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar dan pembelajaran matematika
adalah suatu proses yang melibatkan guru dan siswa, dimana perubahan tingkah
laku siswa diarahkan pada bagaimana siswa tersebut dapat berfikir secara
sistematis, dan dalam mengajar guru harus pandai mencari model pembelajaran
yang tepat sehingga dapat membantu siswa dalam aktivitas belajarnya.
B.
Model
Pembelajaran
Istilah
model pembelajaran amat dekat dengan strategi pembelajaran. Strategi
Pembelajaran menurut Soedjadi adalah suatu siasat melakukan kegiatan
pembelajaran yang bertujuan mengubah suatu keadaan pembelajaran kini menjadi
pembelajaran yang diharapkan.[13]
Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan
agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.
Pendekatan
(approach) pembelajaran matematika
adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang
disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Dalam suatu pendekatan dapat dilakukan
lebih dari satu metode dan dalam satu metode dapat digunakan lebih dari satu
teknik, dengan demikian metode dan teknik mengajar adalah ibarat dua sisi mata
uang yang berbeda tetapi tidak terpisah dalam pelaksanaannya di lapangan.
Secara sederhana dapat ditulis sebagai rangkaian sebagai berikut:
Stategi Pendekatan Metode Teknik
sehingga
istilah model pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus yang tidak dipunya oleh
strategi atau metode tertentu, yaitu:
1.
Rasional teoritik yang
logis yang disusun oleh penciptanya.
2.
Tujuan pembelajaran
yang hendak dicapai.
3.
Tingkah laku mengajar
yang diperlukan agar model tersebut berhasil.
4.
Lingkungan belajar yang
diperlukan agar tujuan pembelajaran tercapai.
Model
pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam
kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran
yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Dengan
demikian model pembelajaran adalah pola komprehensif yang patut dicontoh
menyangkut bentuk utuh pembelajaran meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran. Sedangkan pendekatan pembelajaran adalah cara pandang
terhadap pembelajaran dari sudut tertentu untuk memudahkan pemahaman terhadap
pembelajaran yang selanjutnya diikuti perlakuan pada pembelajaran tersebut.
Model
pembelajaran dapat mengasah kemampuan dan keterampilan siswa dalam
mengembangkan dirinya. Untuk mengembangkan dirinya tersebut, siswa harus
memahami konsep-konsep materi yang diajarkan. Mengajar matematika sekedar
sebagai sebuah penyajian tentang fakta-fakta hanya akan membawa sekelompok
orang menjadi penghapal yang baik, tidak cerdas melihat hubungan sebab akibat,
dan tidak pandai memecahkan masalah. Agar setiap konsep dari materi tersebut
dapat dikuasai oleh siswa dalam pembelajaran matematika, salah satu upaya yang
dilakukan oleh guru adalah menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing,
karena model ini selain dapat mengembangkan kemampuan kognitif siswa, juga
dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap matematika.
C.
Model
Penemuan Terbimbing
Penemuan adalah
terjemahan dari discovery. Menurut
Sound Penemuan adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasi sesuatu
konsep atau prinsip.[14]
Senada dengan pendapat Robert B yang menyatakan penemuan adalah proses mental
dimana anak didik atau individu mengasimilasi konsep dan prinsip.[15]
Model penemuan
merupakan pengajaran yang mengharuskan siswa mengolah pesan sehingga memperoleh
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai. Dalam penemuan siswa dirancang untuk
terlibat dalam melakukan penemuan. Tujuan utama model penemuan adalah
mengembangkan keterampilan intelektual, berpikir kritis, dan mampu memecahkan
masalah secara ilmiah.[16]
Untuk mengembangkan keterampilan tersebut, guru mempunyai peranan untuk
membimbing siswa sehingga siswa mampu bereksplorasi dalam penemuan dan
pemecahan masalah.
Model penemuan
ini pertama kali dikemukakan oleh Jerome Brunner. Menurut Jerome Bruner
penemuan adalah suatu jalan atau cara dalam mendekati permasalahan bukannya
satu produk atau item pengetahuan tertentu.[17]
Di dalam pandangan Brunner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk
menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi
yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan. Sebagai
ilustrasi bagaimana Brunner menerangkan dengan contoh suatu pelajaran penemuan
dapat ditemukan dalam bukunya Toward a
Theory of Instruction (1966: 59-68). Ilustrasi tersebut menunjukkan
bagaimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu persegi dengan ukuran x dan
persegi-persegi satuan. Siswa harus membangun persegi dengan sebanyak potongan
persegi-persegi satuan yang diperlukan. Para siswa diharapkan dapat menduga
suatu kesimpulan mengenai binomial serta melihat hubungannya dengan melihat
potongan persegi dengan ukuran x dan persegi satuan.
Model
penemuan terbimbing adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan suatu
dialog atau interaksi siswa dengan guru. Dimana siswa mencari kesimpulan yang
diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan-pertanyaan yang diatur oleh guru, yang mana urutan
pertanyaan tersebut dapat mengembangkan konsep dan prinsip matematika.
Teori
pendukung dari model penemuan terbimbing berdasarkan pada teori Jerome Bruner, dimana
ia adalah salah satu penganut teori kognitif khususnya dalam studi perkembangan
fungsi kognitif. Ia menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:
a.
Perkembangan intelektual ditandai dengan
adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.
b.
Peningkatan pengetahuan tergantung pada
perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis.
c.
Perkembanngan intelektual meliputi
perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui
kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan
dilakukan.
d.
Interaksi secara sistematis antara
pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan
kognitifnya.
e.
Bahasa adalah kunci perkembangan
kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Bahasa
diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.
f.
Perkembangan kognitif ditandai dengan
kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih
tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai
situasi.
Dengan
teorinya yang disebut dengan free
discovery learning, ia mengatakan bahwa proses belajar dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia temui dalam
kehidupannya.
Menurut
Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh caranya melihat
lingkungan, yaitu:
a.
Tahap enaktif, seseorang melakukan
aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya.
b.
Tahap ikonik, seseorang memahami
objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
c.
Tahap simbolik, seseorang telah mampu
memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam berbahasa dan logika.
Model
Pembelajaran Penemuan Terbimbing dianjurkan untuk diterapkan, hal itu
disebabkan karena model penemuan terbimbing itu:
1.
Merupakan suatu cara untuk mengembangkan
cara belajar siswa aktif.
2.
Dengan menemukan sendiri, menyelidiki
sendiri, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak
mudah dilupakan oleh siswa.
3.
Pengertian atau konsep yang ditemukan
sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan
dalam situasi lain.
4.
Dengan menggunakan model penemuan siswa
belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dikembangkannya sendiri.
5.
Dengan model penemuan ini, siswa belajar
berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri.[18]
Jadi
model penemuan terbimbing merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada
siswa, dimana siswa mencari kesimpulan dari urutan pertanyaan yang diatur oleh
guru sehingga siswa dapat menemukan konsep dan prinsip matematika. Dengan model
penemuan terbimbing, siswa dihadapkan kepada situasi dimana siswa bebas
menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi, dan mencoba-coba (trial and error) dianjurkan dan guru
sebagai penunjuk jalan membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan
keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru.
Model
pembelajaran penemuan terbimbing ini, peran siswa cukup besar karena
pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru tetapi pada siswa. Guru memulai
kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan siswa
dan mengorganisir kelas untuk kegiatan seperti pemecahan masalah, investigasi
atau aktivitas lainnya. Pemecahan masalah merupakan suatu tahap yang penting
dan menentukan. Ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Dengan
membiasakan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dapat diharapkan akan
meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal matematika, karena siswa
dilibatkan dalam berpikir matematika pada saat manipulasi, eksperimen dan
menyelesaikan masalah.
Agar
pelaksanaan model penemuan terbimbing dapat berjalan dengan efektif, dikemukakan beberapa langkah-langkah dalam
penemuan terbimbing, yaitu:
1.
Merumuskan masalah yang akan diberikan
pada siswa.
2.
Dari masalah yang diberikan guru, siswa
menyusun, memproses, mengorganisir dan menganalisis masalah tersebut. Dalam hal
ini bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja.
3.
Siswa menyusun perkiraan dari hasil
analisis yang dilakukan.
4.
Perkiraan yang telah dibuat oleh siswa
sebaiknya diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan
kebenaran perkiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.
5.
Sesudah siswa menemukan apa yang dicari,
hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa
apakah hasil penemuan itu benar.[19]
Dari
langkah-langkah di atas maka langkah-langkah model pembelajaran penemuan
terbimbing dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Dari
bagan di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan model penemuan
terbimbing terlebih dahulu guru membagi siswa atas beberapa kelompok
berdasarkan kemampuan akademik. Kemudian guru merumuskan masalah yang akan
diberikan kepada siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran. Setelah merumuskan
masalah, lalu guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS). Di dalam LKS berisi
langkah-langkah yang berupa pertanyaan yang akan membimbing siswa untuk
menemukan suatu konsep dalam matematika yang berupa rumus-rumus yang
berhubungan dengan indikator pembelajaran. Selain itu, LKS juga berisi
soal-soal agar konsep yang diperoleh siswa dapat dipahami oleh siswa tersebut.
Memperhatikan
Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing di atas, dapat disampaikan kelebihan dan
kekurangan dari model tersebut. Kelebihan dari Model Pembelajaran Penemuan
Terbimbing adalah sebagai berikut:
a. Siswa
dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.
b. Menumbuhkan
sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan).
c. Mendukung
kemampuan problem solving siswa.
d. Memberikan
wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru.
e. Materi
yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama
membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya (Marzano, 1992).
Sementara
itu untuk kekurangan dari Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing adalah sebagai
berikut:
a. Untuk
materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.
b. Tidak
semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan, beberapa
siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah.
c. Tidak
semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang
berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan Model Pembelajaran
Penemuan Terbimbing.[20]
D.
Hasil
Belajar
Dalam
kehidupan manusia setiap saat terjadi proses belajar, baik secara formal,
informal, maupun nonformal. Dengan belajar manusia dapat mengalami
perubahan-perubahan kea rah yang lebih baik setelah melakukan kegiatan belajar.
Hasil
belajar merupakan tolak ukur untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam
memahami dan menguasai materi pelajaran. Dengan demikian terlihat bahwa hasil
belajar matematika siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
Hasil
belajar adalah sesuatu yang diperoleh siswa setelah melakukan proses
pembelajaran dilaksanakan, baik dalam bentuk prestasi belajar maupun perubahan
tingkah laku dan sikap. Sementara itu menurut Bloom di dalam taksonominya
(Taksonomi Bloom) hasil belajar dapat dikategorikan menjadi tiga kawasan,
yaitu:
a.
Ranah kognitif (cognitive domain), yang
mengacu pada respon intelektual seperti pengetahuan, penerapan, analisis,
sintesis dan evaluasi.
b.
Ranah afektif (affective domain), yang
mengacu pada respon sikap.
c.
Ranah psikomotor (psychomotor domain),
yang mengacu pada perbuatan.
Dalam
proses pembelajaran, hasil belajar merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai
setelah proses belajar mengajar dilaksanakan. Hasil yang diharapkan tentunya
adalah hasil yang semaksimal mungkin. Untuk mencapai hasil tersebut tentu harus
ada kemauan dan rasa ingin tahu terhadap materi yang dipelajari.
Salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa
adalah dengan menggunakan tes. Tes ini digunakan untuk menilai hasil-hasil yang
akan dicapai siswa dalam mempelajari suatu materi pelajaran yang telah
dikerjakan.
Hasil
belajar adalah tolak ukur untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam
memahami dan menguasai materi pelajaran. Hasil belajar yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah aspek kognitif yang diukur melalui tes hasil belajar
setelah siswa mengikuti pembelajaran model penemuan terbimbing dengan tes hasil
belajar sebelum diberikan model pembelajaran penemuan terbimbing.
E.
Kerangka
Konseptual
Dalam
pelajaran matematika siswa diajak untuk berpikir kritis dan kreatif dalam
menyelesaikan setiap soal yang diberikan. Model pembelajaran dilakukan sesuai
dengan langkah-langkah yang telah ditentukan. Untuk mengetahui pengaruh
pelaksanaan model pembelajaran penemuan terbimbing ini dengan hasil belajar
matematika siswa, penulis melihat hasil belajar matematika siswa dengan
melakukan model pembelajaran penemuan terbimbing berupa nilai pembelajaran
penemuan terbimbing dalam bentuk soal uraian (X). Kemudian membandingkannya
dengan hasil belajar matematika setelah dilakukan model pembelajaran penemuan
terbimbing tersebut (Y).
Untuk menunjang proses penelitian dibuat skema
kerangka konseptual sebagai berikut:
Gambar
1: Skema Kerangka Konseptual
Untuk
melihat seberapa besar pengaruh dari model pembelajaran ini, sebagai
pembandingnya adalah nilai pretest (sebelum diberikan model pembelajaran
penemuan terbimbing) dan posttest (setelah diberikan model pembelajaran
penemuan terbimbing).
F.
Hipotesis
Sesuai
dengan rumusan masalah dan kajian teori yang telah dikemukakan di atas, maka
penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut:
“Terdapat
Pengaruh Positif Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Terhadap Hasil Belajar
Matematika di Kelas VIII MTsn Koto Nan Tuo
Barulak”.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Penelitian
eksperimen merupakan bentuk penelitian dimana peneliti dengan sengaja
memberikan perlakuan kepada responden (subjek), selanjutnya mengamati dan
mencatat reaksi subjek kemudian melihat hubungan antara perlakuan yang
diberikan dan reaksi yang muncul dari subjek. Hakekat tujuan penelitian
eksperimen adalah meneliti pengaruh perlakuan terhadap perilaku yang timbul
sebagai akibat perlakuan.
Berdasarkan
permasalahan yang diteliti, jenis penelitian ini adalah penelitian pre-eksperimental design. Penelitian ini
belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh karena masih terdapat variabel luar
yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen. Jadi hasil
eksperimen yang merupakan variabel dependen itu bukan semata-mata dipengaruhi
oleh variable independen, hal ini dapat terjadi karena tidak adanya variabel
kontrol.
B.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah One Group Pretest-Posttest Design dimana
dalam penelitian yang hanya dilakukan pada satu kelompok sampel. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
Tabel 2: Rancangan Penelitian One
Group Pretest-Posttest Design
Pretest
|
Treatment
|
Posttest
|
T1
|
X
|
T2
|
Keterangan:
T1
= Pretest untuk mengukur hasil
belajar sebelum subjek diberikan perlakuan.
X = Model Pembelajaran
Penemuan Terbimbing.
T2
= Posttest setelah melakukan
model pembelajaran penemuan terbimbing.[21]
C.
Populasi
dan Sampel
1.
Populasi
Populasi
adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda, hewan,
tumbuh-tumbuhan, gejala, nilai, peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang
memiliki karakteristik tersendiri.
Yang
menjadi populasi dalam hal ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTsN Koto Nan Tuo Barulak dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 3: Jumlah
Populasi Penelitian Kelas VIII MTsN Koto Nan Tuo Barulak
No
|
Kelas
|
Jumlah
Populasi
|
1
|
VIII.1
|
18
|
2
|
VIII.2
|
20
|
|
Jumlah
|
38
|
Sumber: Guru
Mata Pelajaran Matematika
2.
Sampel
Sampel
adalah bagian dari populasi, sebagai contoh yang diambil menggunakan cara
tertentu. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah satu kelas. Untuk
menentukan kelas sampel tersebut penulis
melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Mengumpulkan nilai
ujian semester I matematika siswa kelas
VIII MTsN Koto Nan Tuo Barulak.
b.
Melakukan uji
normalitas populasi terhadap nilai semester matematika kelas VIII yang
bertujuan untuk mengetahui apakah populasi berdistribusi normal atau tidak.
Hipotesis yang diajukan
adalah:
H0 =
Populasi berdistribusi normal
H1 =
Populasi berdistribusi tidak normal
Untuk melihat sampel
berdistribusi normal, digunakan uji lilieforst dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1)
Data nilai semester matematika siswa
setiap kelas pada populasi disusun dari yang terkecil sampai yang terbesar
dapat dilihat pada lampiran I.
2)
Mencari skor baku dari skor mentah
dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Zi =
Dimana:
S = Simpangan baku
Xi = skor dari tiap soal
= skor rata-rata
3)
Dengan menggunakan daftar distribusi
normal baku, kemudian dihitung peluang F (Zi) = P (P ≤ Zi)
4)
Menghitung jumlah proporsi skor baku atau
sama Zi yang dinyatakan dengan S(Zi) dengan menggunakan
rumus:
S(Zi) =
5)
Menghitung selisih F(Zi) – S(Zi),
kemudian ditentukan nilai mutlaknya.
6)
Ambil harga mutlak yang terbesar dari
harga mutlak selisih itu diberi simbol L0. L0 = maks
7)
Bandingkan nilai L0 yang
diproleh dengan nilai L0 yang ada pada tabel. Pada taraf 0,05 jika L0
≤ Ltabel maka H0 diterima, Berarti data tersebut berasal
dari populasi berdistribusi normal.[22] Dari
hasil analisis data pada taraf nyata α = 0,05 terlihat bahwa L0 <
Ltabel maka H0 diterima. Berarti data tersebut berasal
dari populasi berdistribusi normal.
Pengujian ini
dilakukan dengan menggunakan program SPSS, dengan kriteria uji: jika r
(sig.) > = 0,05 maka H0 diterima, sebaliknya
jika r < 0,05 maka H0 ditolak.[23]
Setelah
dilakukan perhitungan pada masing-masing kelas populasi dapat dilihat pada
tabel 4 berikut :
Tabel
4 : Nilai Uji Normalitas Masing-masing Kelas.
Kelas
|
VIII1
|
VIII2
|
Ltabel
|
0,200
|
0,190
|
Lo
|
0,147
|
0,1858
|
Berdasarkan
Tabel 4 diperoleh L0 < Ltabel sehingga dapat
disimpulkan bahwa populasi pada semua kelas berdistribusi normal.
c.
Melakukan uji
homogenitas variansi dengan menggunakan uji Bartlett. Uji ini bertujuan untuk
melihat apakah populasi mempunyai variansi yang homogen atau tidak.
Hipotesis yang diajukan
yaitu:
H0 : σ12
= σ22= σ32= σ42
(populasi mempunyai variansi homogen)
H1 : σ12
≠ σ22= σ32= σk2
(tidak homogen)
Langkah-langkah uji
Bartlett:
1.
Menghitung varians
masing – masing kelompok
2.
Menghitung
variansi gabungan dari semua populasi dengan rumus:
3.
Menghitung
harga satuan Barlett (B) dengan rumus:
4.
Mengunakan
statistik chi-kuadrat dengan rumus:
5.
Menggunakan
tabel/daftar
Kemudian
harga hitung dibandingkan
dengan harga dengan kriteria bilahitung < untuk taraf α maka populasi homogen. Setelah
dilakukan perhitungan uji kehomogenan diperoleh hitung
= 0,92
dan = 7,81. Karena nilai hitung
< yaitu 0,92
< 7,81, maka variansi populasi homogen. Dengan demikian populasi memiliki varians yang homogen.[24]
Uji
kesamaan rata-rata dengan menggunakan uji Anova satu arah. Hipotesis yang
diajukan adalah:
1)
Tuliskan hipotesis statistik yang
diajukan
H0
: µ1 = µ 2
H1
: µ1 ≠ µ 2
2)
Tentukan taraf nyatanya (α)
3)
Tentukan wilayah kritiknya dengan
menggunakan rumus f > f α [ k – 1, N – K]
4)
Tentukan perhitungan melalui tabel.
|
Populasi
|
|
|||
1
|
2
|
3
|
K
|
||
X11
X12
…
X1n
|
X21
X22
…
X2n
|
X31
X32
…
X3n
|
Xk1
Xk2
…
Xkn
|
|
|
Total
|
T1
|
T2
|
T3
|
Tk
|
T…
|
Nilai
Tengah
|
X1
|
X2
|
X3
|
Xk
|
X…
|
Perhitungannya
dengan menggunakan rumus :-
Jumlah
Kuadrat Total (JKT) : -
Jumlah
Kuadrat untuk Niilai Tengah Kolom (JKK): -
Jumlah
Kuadrat Galat (JKG) : JKT – JKK
Masukkan
data hasil perhitungan ke tabel berikut :
Sumber Keragaman
|
Jumlah Kuadrat (JK)
|
derajat kebebasan (dk)
|
Kuadrat Tengah
|
fhit=2,41
|
Nilai tengah kolom
Galat
|
1843,35
17827,17
|
3
70
|
S12 =
614,45
S22 =
254,67
|
|
Total
|
JKT
|
N
- K
|
|
|
d.
Keputusannya
Ho diterima jika f < f α
[ k – 1, N – K]
Ho ditolak jika f > f α [ k – 1, N – K].
Setelah
dilakukan perhitungan uji kesamaan rata-rata diperoleh f < f α [ k – 1, N – K] yaitu 3,50
< 3,84 pada α = 0,05 . Jadi, populasi memiliki kesamaan rata-rata untuk α
= 0,05. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Lampiran IV halaman 75-77.
Berdasarkan
ketiga uji di atas dapat disimpulkan bahwa populasi berdistribusi normal,
mempunyai variansi yang homogen dan mempunyai kesamaan rata-rata. Untuk
keperluan penelitian, diambil sampel secara acak dengan menggunakan gulungan
kertas sehingga kelas yang tepilih adalah
kelas VIII2 sebagai kelas eksperimen.
D.
Variabel
dan Data
a.
Variabel
Untuk
melihat suatu treatment maka ada
variabel yang mempengaruhi dan variabel akibat, variabel yang mempengaruhi
disebut variabel penyebab, variabel bebas atau Independent Variable (x). sedangkan variabel akibat disebut
variabel tak bebas, variabel tergantung, variabel terikat atau Dependent Variable (y).[27]
Variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu:
1.
Variabel bebas adalah
pelaksanaan model pembelajaran penemuan terbimbing (x).
2.
Variabel terikatnya
adalah hasil belajar matematika siswa setelah dilakukan model pembelajaran
penemuan terbimbing atau tes akhir (y).
b.
Jenis
Data
1)
Data Primer
Data primer adalah data
yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumbernya. Data primer dalam
penelitian ini adalah hasil belajar siswa yang diperoleh sebelum dan setelah
mengadakan model pembelajaran penemuan terbimbing.
2)
Data Sekunder
Data sekunder adalah
data yang telah tersusun dalam dokumen-dokumen yang telah diarsipkan. Data
sekunder dalam penelitian ini adalah jumlah siswa yang menjadi populasi dan
nilai ulangan harian siswa kelas VIII
MTsN Koto Nan Tuo Barulak.
3)
Sumber data
Sumber
data dalam penelitian ini adalah:
1) Data
primer bersumber dari siswa kelas VIII MTsN
Koto Nan Tuo Barulak yang menjadi sampel
dalam penelitian ini.
2) Data
sekunder bersumber dari guru bidang studi matematika MTsN Koto Nan Tuo Barulak.
E.
Prosedur
Penelitian
Dalam
bagian ini akan dibahas mengenai tahap-tahap yang dilakukan dalam pengambilan
data pada penelitian yaitu:
1.
Tahap
Persiapan
a. Menetapkan
tempat dan jadwal penelitian.
b. Mengumpulkan
data nilai semester I matematika
c. Menetapkan
sampel penelitian dengan teknik random
sampling yaitu setiap kelas mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih
menjadi sampel.
d. Merancang
perangkat pembelajaran seperti:
1. Meminta
silabus pelajaran .
2. Membuat
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang dibuat berdasarkan KTSP.
3. Menyiapkan
materi, LKS dan alat peraga.
4. Mempersiapkan instrumen penelitian berupa soal tes
essay.
5. Memvalidasi
perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian, yang memvalidasi adalah satu
orang guru dan satu orang dosen yang ahli di bidang matematika.
2.
Tahap
Pelaksanaan
Pada
tahap ini peneliti melaksanakan pembelajaran matematika dengan model
pembelajaran penemuan terbimbing pada kelas eksperimen yaitu kelas VIII2.
Sebelum
melakukan pembelajaran dengan model pembelajaran penemuan terbimbing di kelas
eksperimen dilakukan pretest. Pretest ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat
kemampuan awal siswa. Langkah-langkah
pembelajaran pada kelas eksperimen adalah sebagai berikut :
a.
Guru membagi siswa atas
beberapa kelompok berdasarkan tingkat kemampuan akademik.
b.
Guru merumuskan masalah
yang akan diberikan kepada siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran.
c.
Guru memberikan LKS
kepada siswa
d.
Siswa menganalisa
masalah di dalam LKS dan guru membimbing siswa dalam proses tersebut.
e.
Siswa membuat perkiraan
dari hasil analisa yang telah mereka lakukan ke dalam LKS.
f.
Guru memeriksa
perkiraan yang telah dibuat oleh siswa.
g.
Guru menunjuk
perwakilan salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja mereka di
depan kelas.
h.
Meminta kelompok lain
memberikan tanggapan hasil presentasi kelompok yang tampil.
i.
Guru mengarahkan dan
membimbing siswa untuk membuat suatu kesimpulan.
j.
Memberikan kuis pada
akhir pembelajaran untuk melihat sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi
yang diberikan.
3.
Tahap Penyelesaian
Pada
tahap ini penulis memberikan posttest (tes akhir) untuk melihat hasil belajar
siswa setelah diberikan model pembelajaran penemuan terbimbing.
F.
Instrumentasi
Instrument
yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa, penulis menyusun tes yang
berupa tes essay atau uraian. Dalam menyusun tes hasil belajar, langkah-langkah
yang dilakukan adalah:
1.
Penyusunan Tes
a. Mengkaji
konsep yang diajarkan.
b. Membuat
kisi-kisi soal.
c. Menyusun
item soal.
2.
Validasi tes
Tes
dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang hendak diukur, validitas tes yang
digunakan adalah validitas isi untuk melihat apakah tes tersebut sesuai dengan
kurikulum dan bahan pelajaran yang telah diajarkan.
3. Melaksanakan
Uji Coba Tes
Dalam
suatu penelitian, hasilnya dapat dipercaya apabila data yang digunakan
benar-banar akurat dan berkualitas, maka terlebih dahulu dilakukan uji coba tes
terhadap tes yang telah disusun, Uji coba tes dilakukan di kelas selain kelas
sampel yang memiliki ciri dan karakteristik yang sama dengan kelas sampel yaitu
kelas VIII1.
4.
Analisis Item
Setelah
uji coba dilakukan, dilanjutkan dengan analisis item untuk melihat apakah
keberadaan suatu soal yang disusun itu baik atau tidak. Agar soal-soal yang
digunakan dapat memenuhi kriteria sebagai alat ukur yang baik, maka diteliti
validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran soal dan daya pembeda soal.
a.
Validitas
Validitas
berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga
betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai sehingga betul-betul menilai
apa yang seharusnya dinilai. [28]
Validitas
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah validitas item. Sebuah tes dikatakan
valid apabila mempunyai daya dukung yang sangat besar pengaruhnya terhadap skor
total.
Untuk
menentukan validitas tes digunakan rumus korelasi Product Moment:
Keterangan:
: Koefisien korelasi antara variabel X dan
variable Y
: Jumlah teste
: Jumlah perkalian antara skor item dan skor total
: Jumlah
skor item
: Jumlah
skor total
Kriteria
interpretasi “r” product moment:
: tidak kriteria korelasi
: korelasi sangat rendah
0,20 : korelasi rendah
0,40
: korelasi cukup
0,60
: korelasi tinggi
: korelasi sangat tinggi
: korelasi positif sempurna[29]
Nilai
validitas dari setiap soal dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel
7: Nilai Validitas Masing-masing soal
No Soal
|
Nilai Validitas
|
Keterangan
|
1
|
0
|
Sangat
rendah
|
2
|
0,75
|
Tinggi
|
3
|
0,50
|
Cukup
|
4
|
0,58
|
Cukup
|
5
|
0,56
|
Cukup
|
Dari tabel di atas diperoleh satu soal dengan
kriteria tinggi yaitu soal nomor 2, untuk soal nomor 3, 4 dan 5 memiliki
kriteria cukup. Sedangkan soal nomor 1 memiliki kriteria yang sangat rendah
sehingga soal nomor 1 diganti sesuai dengan kisi-kisi soal.
b. Reliabilitas
Jika
sebuah tes dapat memberikan hasil yang tetap, maka tes tersebut mempunyai
reliabilitas yang tinggi. Untuk soal yang berbentuk uraian, maka mencari
reliabilitas soal dapat digunakan rumus:
= (
Keterangan
:
: koefisien realibilitastes
: jumlah varians skor tiap item
: varians total
Nilai r yang diperoleh dibandingkan
dengan nilai rtabel, dengan kriteria jika nilai rhitung > rtabel maka dapat disimpulkan nilai soal
reliabel.[31]
Nilai
reliabilitas yang didapatkan kemudian dibandingkan dengan tabel koefisien
korelasi dengan db= n-2= 20-2 = 18 dan α = 0,05. Melalui perhitungan didapatkan r11 =
1,25 dan koefisien korelasi (r) adalah 0,444. Jadi r11 > r maka soal dinyatakan reliabel sebagaimana
bisa dilihat pada lampiran XI
halaman 118-119.
c.
Indeks Kesukaran Soal
Untuk
menentukan tingkat kesukaran soal-soal dapat ditentukan dengan rumus yang
dikemukakan oleh Pratiknyo yaitu:
Dimana:
:
Indeks kesukaran
: Jumlah skor dart kelompok tinggi
: Jumlah skor dari kelompok rendah
m : Skor setiap soal jika betul
n : 27% dari peserta tes
Dengan
ketentuan:
Soal
sukar, jika Ik < 27% maka soal dibuang atau diperbaiki
Soal sedang, jika 27% ≤ Ik ≤ 73% maka soal dipakai
Soal
mudah, jika 73% < Ik maka
soal dibuang atau diperbaiki[32]
Nilai
indeks kesukaran tiap soal dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel
8: Indeks Kesukaran Masing-masing Soal
No
Soal
|
Indeks Kesukaran
|
Keterangan
|
1
|
0%
|
Sukar
|
2
|
40%
|
sedang
|
3
|
39,5%
|
sedang
|
4
|
5%
|
sukar
|
5
|
29,5%
|
sedang
|
Dari tabel di atas terlihat bahwa 2 soal
tergolong sukar, dan 3 soal lainnya tergolong sedang. Untuk soal yang tergolong
sukar peneliti melakukan sedikit revisi.
Daya Pembeda Soal
Untuk menentukan soal yang
berbentuk essay atau uraian, maka digunakan rumus:
DP
=
Keterangan
:
DP : daya pembeda
:
rata – rata skor kelompok tinggi
:
rata – rata skor kelompok rendah
Skor
Mak : skor maksimum
Setelah
didapatkan nilai daya pembeda kemudian dibandingkan dengan kriteria seperti
berikut :
0,40
ke atas : sangat baik
0,30-0,39 : baik
0,20-0,29 : cukup, soal perlu perbaikan
0,19
ke bawah : kurang baik, soal harus
dibuang.[33]
Setelah
dilakukan perhitungan didapatkan kelima soal seperti berikut:
Tabel 9: Daya
Pembeda Masing-masing Soal
No Soal
|
DP
|
Ket
|
1
|
0
|
Kurang baik, harus dibuang
|
2
|
0,64
|
Sangat baik
|
3
|
0,63
|
Sangat baik
|
4
|
0,08
|
Kurang baik, harus dibuang
|
5
|
0,47
|
Sangat baik
|
Dari tabel di atas terlihat bahwa soal nomor 1 dan 4
tergolong kurang baik dan soal harus dibuang, dalam hal ini peneliti akan
mengganti soal sesuai dengan kisi-kisi. Adapun 2, 3 dan 5 tergolong sangat baik
yang berarti bahwa soal bisa digunakan tanpa revisi.
G.
Teknik
Analisis Data
Untuk
melakukan teknik analisis data dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Uji Normalitas
Uji normalitas
bertujuan untuk melihat
apakah sampel berdistribusi
normal
atau tidak. Untuk melihat sampel berdistribusi normal atau tidak digunakan uji
Liliefors. Berdasarkan sampel akan diuji hipotesis nol bahwa sampel tersebut
berasal dari sampel berdistribusi normal melawan hipotesis tandingan bahwa
distribusi tidak normal. Hipotesis yang diajukan adalah:
H0
= Data berdistribusi normal
H1
= Data berdistribusi tidak normal
Langkah-langkah
yang dapat ditempuh sebagai berikut:
1)
Data nilai ulangan harian siswa setiap
kelas pada sampel disusun dari yang terkecil sampai yang terbesar.
2)
Mencari skor baku dari skor mentah
dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Zi =
Dimana:
S
= Simpangan baku
Xi = skor dari tiap soal
= skor rata-rata
Dengan menggunakan daftar distribusi
normal baku, kemudian dihitung peluang F (Zi) = P (P ≤ Zi)
3)
Menghitung jumlah proporsi skor baku atau
sama Zi yang dinyatakan dengan S(Zi) dengan menggunakan
rumus:
S(Zi) =
4)
Menghitung selisih F(Zi) – S(Zi),
kemudian ditentukan nilai mutlaknya.
5)
Ambil harga mutlak yang terbesar dari
harga mutlak selisih itu diberi simbol L0. L0 = maks .
6)
Bandingkan nilai L0 yang
diproleh dengan nilai L0 yang ada pada tabel. Pada taraf 0,05 jika L0
≤ Ltabel maka H0 diterima. Dari hasil analisis data pada
taraf nyata α = 0,05 terlihat bahwa L0 < Ltabel maka H0
diterima. Berarti data tersebut berasal dari populasi berdistribusi normal.
Untuk mengakuratkan data pengujian ini
dilakukan dengan menggunakan program SPSS dengan kriteria uji: jika sig. > α
(0,05) maka H0 diterima dan sebaliknya jika r < 0,05 maka H0
ditolak.
2.
Persamaan Regresi
Linear Sederhana
Analisis
data dilakukan dengan berorientasi kepada masalah dan tujuan penelitian. Untuk
mencapai tujuan ini digunakan analisis regresi linier sederhana yang
dikemukakan oleh Ronald E. Walpole:
Keterangan:
: Nilai tes hasil belajar setelah model
pembelajaran penemuan terbimbing.
: Nilai
tes hasil belajar sebelum model pembelajaran penemuan terbimbing.
a,b :
Koefisien regresi sampel.
a : Perpotongan
(interaksi) dimana y jika x = 0
b : Slope
(kemiringan)[34]
Untuk
menentukan harga koefisien a dan b dapat dihitung menggunakan rumus yang
dikemukakan oleh Sudjana:
Dimana:
X : Rata-rata skor variabel X
Y : Rata-rata skor
variabel Y
Jika terlebih dahulu dihitung koefisien
b, maka koefisien a dapat pula ditentukan dengan rumus:
Persamaan regresi
linier sederhana dapat ditentukan mnggunakan program SPSS.
3.
Keberartian Regresi dan
Uji Linieritas
a. Keberartian
Regresi
Setelah
diperoleh persamaan regresi sederhana, kemudian dilakukan uji keberartian
regresi dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Menentukan rumusan hipotesis H0
dan H1. Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : ρ = 0 (tidak ada pengaruh
variabel X terhadap variabel Y)
H1 : ρ ≠ 0 (ada pengaruh
variabel X terhadap variabel Y).
2)
Menentukan uji statistika yang sesuai.
Uji statistika yang digunakan adalah uji F. untuk menentukan nilai uji F dapat
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menghitung
jumlah kuadrat regresi (JKreg(a)) dengan rumus: JKreg(a)
= .
b. Menghitung
jumlah kuadrat regresi b|a (JK reg b|a), dengan rumus: JKreg
b|a = b.
c. Menghitung
jumlah kuadrat residu (JKres) dengan menggunakan rumus: JKres
=
d. Menghitung
rata-rata jumlah kuadrat regresi a (RJKreg(a)) dengan rumus: RJKreg(a)
= JKreg(a)
e. Menghitung
rata-rata jumlah kuadrat regresi b|a (RJKreg(a) dengan rumus: RJKreg(b|a)
= JKreg(b|a)
f. Menghitung
rata-rata jumlah kuadrat residu (RJKres) dengan rumus: RJKres
=
g. Menghitung
F, dengan rumus: F =
3)
Menentukan niali kritis (α) atau
nilaitabel F pada derajat bebas dbreg b/a = 1 dan dbres =
n-2
4)
Membandingkan nilai uji F dengan nilai
tabel dengan kriteria uji, apabila nilai Fhitung ≥ Ftabel
maka H0 ditolak.
5)
selanjutnya disusun dalam daftar analisis
variansi (ANAVA) seperti pada tabel berikut:
Tabel
10: Analisis Variansi (ANAVA) Regresi
Sumber Variansi
|
DK
|
JK
|
RJK
|
Fhitung
|
Ftabel
|
Total
|
N
|
|
|
||
Regresi (a)
|
1
|
JK (a)
|
JK (a)
|
|
|
Regresi (b/a)
|
1
|
JK (b/a)
|
|
||
Residu
|
n-2
|
JK (S)
|
|
||
Tuna
|
k-2
|
JK (TC)
|
|
|
|
Galat
|
n-k
|
JK (E)
|
|
Sumber:
Metode Statistika, Sudjana
Berdasarkan tabel di atas, didapat:
JKT =
JK(a) =
JKreg(b|a)= b.
JKres =
RJK(b|a) = JK(b/a)
RJKres =
F =
Untuk
mengakuratkan data pengujian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan software
SPSS dengan kriteria: apabila sig. lebih kecil dari pada tingkat α yang
digunakan (0,05) sehingga H0 ditolak, dalam hal lainnya diterima.
b. Uji
Kelinieran
Pemeriksaan kelinieran regresi dilakukan
melalui pengujian hipotesis nol, bahwa regresi linier melawan hipotesis
tandingan bahwa regresi tidak linier.
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 = (garis regresinya
linier)
H1
: θ1 ≠ 0 (garis regresinya taklinier)
Langkah-langkah uji linier regresi, yaitu:
1)
Menyusun tabel kelompok
data variable x dan variable y.
2)
Menghitung jumlah
kuadrat regresi (JKreg(a)) dengan menggunakan rumus: JKreg(a)
=
3)
Menghitung jumlah
kuadrat regresi b|a (JKreg b|a) dengan menggunakan rumus:
JKreg (b|a) = b.
4)
Menghitung jumlah
kuadrat residu (JKres) dengan menggunakan rumus: JKres =
5)
Menghitung rata-rata
jumlah kuadrat regresi a (RJKreg(a) dengan menggunakan rumus: RJKreg(b|a)
= JKreg(b|a)
6)
Menghitung rata-rata
jumlah kuadrat regresi b|a (RJKreg(a) dengan menggunakan rumus: RJKreg(b|a)
= JKreg(b|a)
7)
Menghitung rata-rata
jumlah kuadrat residu (RJKres) dengan menggunakan rumus: RJKres
=
8)
Menghitung jumlah
kuadrat error (JKE) dengan menggunakan rumus: JKE =
Untuk menghitung JKE urutkan
data x mulai dari data yang paling kecil sampai data yang paling besar.
Menghitung jumlah kuadrat tuna cocok (JKTC)
dengan menggunakan rumus: JKTC = JKres - JKE
9)
Menghitung rata-rata jumlah kuadrat tuna
cocok (RJKTC) dengan menggunakan rumus: RJKTC =
10) Menghitung
rata-rata jumlah kuadrat error (RJKE) dengan menggunakan rumus: RJKE
=
11) Mencari
nilai uji F dengan rumus: F =
12) Menentukan
kriteria pengukuran: jika nilai uji F < nilai tabel F, maka distribusi
berpola linier.
13) Mencari
nilai Ftabel pada taraf signifikansi 95% atau α = 0,05 menggunakan
rumus: Ftabel = F(1-á) (db TC, db E) dimana db TC = k – 2
dan db E = n – k
14) Membandingkan
nilai uji F dengan nilai tabel kemudian membuat kesimpulan.
Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan software SPSS, dengan kriteria uji: apabila nilai sig. lebih kecil
atau sama dengan dari tingkat α yang ditentukan maka distribusi berpola linier.
Dalam hal lainnya, distribusi tidak berpola linier.
4.
Menghitung Koefisien
Korelasi dan Koefisien Determinasi
Untuk menghitung koefisien korelasi (r)
diperoleh dengan rumus:
Keterangan:
r = Koefisien korelasi
n = Banyaknya anggota sampel
Xi = Variabel bebas (penerapan model
pembelajaran)
Yi = Variabel terikat (hasil tes belajar siswa)
Dengan ketentuan jika:
: Terdapat
korelasi negatif sempurna antara variabel x dan y
: Terdapat korelasi positif sempurna antara variabel x dan y
: Tidak terdapat korelasi antara variabel x dan y
: Terdapat
korelasi negatif antara variabel x dan y
: Terdapat
korelasi positif antara variabel x dan y[36]
Setelah harga koefisien korelasi (r)
didapat, maka koefisien determinasi (r2) dapat diperoleh yang
dinyatakan dalam (%) yaitu:
Hal
ini menunjukkan berapa besar pengaruh variabel x terhadap y atau pengaruh cara
belajar terhadap hasil belajar matematika siswa.
5.
Pengujian Hipotesis
Hipotesis
dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh positif antara model pembelajaran
penemuan terbimbing terhadap hasil belajar matematika siswa MTsN Koto Nan Tuo Barulak.
Hipotesis yang akan diuji dalam hal ini adalah:
H0
: ρ = 0 (tidak adanya pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing terhadap
hasil belajar matematika).
H1 : ρ ≠ 0 (adanya pengaruh model
pembelajaran penemuan terbimbibing terhadap hasil belajar matematika).
Menguji
hipotesis ini digunakan rumus, yaitu:
:
r2 = koefisien determinasi
n = banyaknya anggota sampel
Dengan kriteria pengujian: H0
terima jika thitung > ttabel
dengan dk = n-2 pada taraf signifikan
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Asdi Mahasatya.
Arikunto,
Suharsimi. (2002). Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Markaban.
2006. [2 maret 2011]. “Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Penemuan
Terbimbing”. Tersedia di : http://p4tkmatematika.org/downloads/ppp/PPP_penemuan_terbimbing.pdf
Mulyasa.
(2009). Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Bandung: Ramaja Rosda Karya..
ss
Sardiman.
(2004). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sudjana.
(2002). Metode Statistika. Bandung :
Tarsito.
Suherman,
Erman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer. Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia.
Suryabrata,
Sumadi. (2004). Metodologi Penelitian.
Jakarta : Raja Grafindo.
Wipole,
E. Ronald. (1989). Pengantar Statistika.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yunus,
Mahmud. (2002). Tafsir Qur’an Karim. Jakarta:
Irsyad Baitus Salam.
[4] Erman Suherman dkk, Common
Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer [ selanjutnya disebut Common Text Book],
(Bandung: JICA UPI, 2001), h.44
[6]
Markaban. (2006). ”Model Pembelajaran
Matematika dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing” [selanjutnya disebut Model
Pembelajaran Matematika], (online), (http://p4tkmatematika.org/downloads/ppp/PPP_penemuan_terbimbing.pdf),
diakses 02 Maret 2011
[7]Dimyati, Belajar dan
Pembelajaran, (Jakarta: Sadi Mahasatya, 2003), h.22
[8] Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h.2
[9] Suherman, Commont Text Book…, hal.8
[10]
Markaban.(2006).”Model Pembelajaran
Matematika dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing” [selanjutnya disebut Model
Pembelajaran Matematika], (online), (http://p4tkmatematika.org/downloads/ppp/PPP_penemuan_terbimbing.pdf), diakses 02 Maret
2011
[11] Hudoyo, H, Mengajar Belajar Matematika, (Jakarta:
Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan, 1988), h.3
[12] Sujono, Pengajaran
Matematika Untuk Sekolah Menengah, (Jakarta: Depdikbud, 1998), h.4
[13] Markaban.(2006).”Model Pembelajaran Matematika dengan
Pendekatan Penemuan Terbimbing” [selanjutnya disebut Model Pembelajaran
Matematika], (online), (http://p4tkmatematika.org/downloads/ppp/PPP_penemuan_terbimbing.pdf), diakses 02 Maret
2011
[19] Markaban.(2006:10).”Model Pembelajaran Matematika”,
(online), (http://p4tkmatematika.org/downloads/ppp/PPP_penemuan_terbimbing.pdf), diakses 02 Maret
2011
[20] Markaban.(2006:10).”Model Pembelajaran Matematika”,
(online), (http://p4tkmatematika.org/downloads/ppp/PPP_penemuan_terbimbing.pdf), diakses 02 Maret
2011
[21] Sumadi
Suryabrata,………, h.102
[26] Ronal, E. Walpole, Pengantar
Statisstika…, hal. 383
[27]Suharsimi Ari Kunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
(Jakarta: Asdi Mahasatya, 2002), h.121
[28] Suharsimi Ari Kunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
(Jakarta: Asdi Mahasatya, 2002), hal. 70
[30]Sambas
Ali Muhidin dan Maman Abdurrahman, Analisis Korelasi, Regresi dan Jalur,(Bandung:Pustaka
Setia,2009)hal.38
[32] Pratiknyo, Evaluasi Hasil Khusus analisa Soal Untuk
Bidang Studi Matematika, (Jakarta: CV. Fortuna, 1985), h.14
[33]Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran,…,hal.133
[34] Ronald E. Walpole, Pengantar Statistika, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1989), h. 342
[35] Sudjana,………, hal.315
[36] Sudjana,………, hal.131